Metode Altman Z-Score untuk Prediksi Potensi Kebangkrutan Perusahaan Publik Industri Non-Manufaktur

Menurut Godfrey, Hodgson, Holmes, & Tarca (2006): pada tahun 1968 Edward I. Altman mengembangkan suatu model analisis yang disebut Z-Score dengan teknik statistik yang disebut Multiple Discriminant Analysis (MDA). Model analisis ini bertujuan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan / pailit pada suatu entitas.

Digunakan 66 perusahaan dalam model analisis yang dilakukan Altman, dimana 33 dinyatakan dalam kondisi yang akan mengalami kebangkrutan dan 33 lainnya dinyatakan dapat terus melanjutkan aktvitas operasional secara berkelanjutan, dengan prediksi ketepatan sebesar 72% perusahaan tersebut dapat mengalami kebangkrutan dalam dua tahun. Analisis diskriminan ini merupakan suatu teknik statistik yang mengidentifikasikan beberapa macam rasio keuangan yang dianggap memiliki pengaruh besar terhadap kondisi suatu entitas, kemudian Altman mengembangkan analisis tersebut dalam sebuah model dengan maksud agar memudahkan dalam menarik kesimpulan dari suatu kondisi tingkat rasio yang terlihat. Analisis Altman memberikan suatu tingkatan indeks yang memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan, sehingga menjadi beberapa pengelompokkan yang bersifat dugaan.

Model ini mencari nilai “Z”, yaitu nilai yang menunjukkan kondisi suatu entitas, apakah sedang berada dalam kondisi sehat atau tidak. Model ini juga dapat menunjukkan kinerja perusahaan sekaligus merefleksikan prospek perusahaan di masa mendatang. Pada awalnya, Altman mengumpulkan 22 jenis rasio keuangan yang berpotensi dapat membantu dalam memprediksi kondisi suatu perusahaan. Dari beberapa rasio yang dikumpulkan, Altman mengambil empat jenis rasio keuangan yang memiliki dampak paling signifikan dalam memprediksi kinerja perusahaan berdasarkan laporan keuangan. Dengan menggunakan empat rasio tersebut, Altman mengembangkan suatu model yang dapat digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan suatu entitas non-manufaktur perusahaan publik. Model yang dikembangkan Altman diformulasikan sebagai berikut: 

Z = 6.56T1 + 3.26T2 + 6.72T3 + 1.05T4

Keterangan variabel:

Z = Z-Score Index

T1 = Current Assets / Current Liabilities

T2 = Retained Earning / Total Assets

T3 = Earning Before Interest and Tax / Total Assets

T4 = Market Value Equity / Total Liabilities

Dengan tingkatan Z-Score apabila Z > 2.6, maka entitas berada dalam kondisi sehat (safe zone) dan potensi terjadinya kebangkrutan kecil. Bila tingkatan Z-Score, 1.1 < Z < 2.6, maka entitas berada pada posisi grey area dimana sudah terdapat sinyal potensi kebangkrutan. Jika tingkatan Z-Score berada pada tingkatan Z < 1.1 maka menunjukkan entitas tersebut mengalami kesulitan keuangan dan memiliki potensi kebangkrutan yang tinggi.

Keempat rasio yang digunakan untuk menganalisa laporan keuangan entitas yang diproyeksikan bersama dalam metode Altman Z-Score digunakan untuk memprediksi kemungkinan pailit suatu entitas. Dalam manajemen keuangan, rasio-rasio yang digunakan Altman dapat dikategorikan dalam tiga kelompok besar, yaitu: (1). Rasio likuiditas yang diwakili T1; (2). Rasio profitabilitas yang diwakili T2 dan T3; (3). Rasio solvabilitas yang diwakili T4.

Rasio pertama dalam model Altman adalah Current Assets / Current Liabilities. Current Ratio adalah perbandingan antara aset lancar dengan kewajiban lancar. Current Ratio merupakan rasio likuiditas yang mengukur perbandingan suatu entitas berdasarkan aset jangka pendek dengan hutang jangka pendek. Sebagai indikator untuk melihat potensi kebangkrutan, maka faktor yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan berupa ketidakcukupan kas, hutang yang membengkak, dan yang berhubungan dengan posisi aset lancar dan kewajiban lancar.

Rasio kedua adalah Retained Earning / Total Assets. Rasio ini mengukur akumulasi laba selama perusahaan beroperasi. Umur suatu entitas dapat berpengaruh terhadap rasio retained earning / total assets, karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperbesar akumulasi laba ditahan. Hal tersebut menyebabkan perusahaan yang masih relatif muda pada umumnya akan menunjukkan hasil rasio yang rendah. Oleh karena itu, pada entitas yang masih relatif baru terdapat kemungkinan didiskriminasi oleh analisis ini dan mungkin dianggap sebagai perusahaan yang berpotensi bangkrut.

Rasio ketiga adalah Earning Before Interest and Tax / Total Assets. Rasio ini mengukur kemampuan entitas dalammenghasilkan laba dengan aset yang tersedia. Rasio ini merupakan tolok ukur yang cukup penting dikarenakan terdapat koefisien yang cukup besar dalam formula. Kinerja perusahaan dilihat berdasarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan seberapa besar kepemilikan aset yang ada.

Rasio keempat adalah Market Value of Equity / Total Liabilities. Rasio ini mengukur perbandingan nilai pasar dari modal saham yang dimiliki dengan total hutang yang ada. Rasio ini dapat membandingkan bagaimana komposisi entitas, apakah terbentuk dari modal usaha atau hutang usaha. Melihat perbandingan yang ada, rasio ini melihat kemampuan entitas apakah dapat membayar hutang yang ada dengan proporsi modal dan hutang yang ada.

Penggunaan Z-Score tidak meniadakan penggunaan alat analisa lainnya. Z- Score hanya salah satu model yang dapat digunakan untuk melengkapi analisa lainnya sehingga stakeholder dapat mengambil keputusan yang lebih baik.

Definisi Harga Pasar Saham

Menurut Brigham & Houston (2007), harga pasar saham adalah nilai saham berdasarkan perasaan (perceived) tetapi memiliki kemungkinan informasi yang salah bila dilihat oleh investor marjinal. Harga saham memiliki nilai terkandung (intrinsic value) dimana merupakan estimasi dari nilai sebenarnya yang dihitung oleh analis yang memiliki informasi penuh berdasarkan data akurat mengenai risiko dan laba. Selisih dari nilai terkandung dan harga saham sebenarnya (actual price) memberikan harga saham lebih tinggi (overvalued stock) atau harga saham lebih rendah (undervalued stock).

Harga saham adalah nilai yang ditawarkan untuk setiap lembar saham yang diterbitkan. Harga saham bersifat fluktuatif, dimana sangat dipengaruhi kondisi pasar dan seberapa besar permintaan atau penawaran yang ada terhadap saham tersebut. Selisih dari harga jual dan beli saham menyebabkan capital gain atau capital loss. Harga saham dapat dipengaruhi oleh faktor internal (lingkungan mikro) perusahaan, ataupun faktor eksternal (lingkungan makro) perusahaan.


Nilai Saham

Menurut Darsono (2007), saham memiliki empat macam nilai, yaitu:

  1. Nilai nominal (nominal value / par value) adalah nilai yang tertera pada setiap lembar saham yang diterbitkan;
  2. Nilai buku (book value) adalah nilai saham berdasarkan total aset yang ada dibagi dengan jumlah saham yang beredar;
  3. Nilai pasar (market value) adalah nilai saham yang muncul dikarenakan respon dari pasar berupa permintaan dan penawaran saham tersebut;
  4. Nilai intrinsik (intrinsic value) adalah nilai terkandung atau nilai sekarang (present value) pada harga saham, baik secara dividen, capital gain, atau capital loss.

Hipotesis Efisiensi Pasar

Membahas harga saham, kita cenderung melihat bagaimana harga saham terbentuk. Harga saham cenderung terjadi karena efisiensi pasar dan kegiatan yang berlangsung di dalamnya. Terdapat banyak penelitian yang membahas tentang bagaimana pasar dibentuk dan kecenderungan faktor yang membentuk pasar sampai seperti itu. Penelitian-penelitian yang ada membentuk hipotesis efisiensi pasar. Hipotesis efisiensi pasar menurut Brigham & Houston (2007) sebagai berikut:

“Hipotesis efisiensi pasar adalah hipotesis yang menyatakan surat-surat berharga (sekuritas) berada pada posisi keseimbangan, dimana sekuritas dihargai sesuai dengan pengertian harga yang terbentuk mencerminkan semua informasi publik pada tiap sekuritas.”

Bentuk dari hipotesis efisiensi pasar berupa:

  • Efisiensi bentuk lemah (weak-form efficiency), menyatakan semua informasi yang terkandung pada pergerakan harga saham masa lampau dicerminkan pada harga saham sekarang. Informasi mengenai trend yang terjadi terhadap harga saham tidak memiliki fungsi dalam memilih saham;
  • Efisiensi bentuk setengah kuat (semistrong-form efficiency), menyatakan harga saham sekarang mencerminkan seluruh informasi publik yang ada. Kondisi dimana harga pasar akan mengikuti atau dipengaruhi oleh semua berita positif atau negatif yang terkandung dan tersebar melalui media yang ada;
  • Efisiensi bentuk kuat (strong-form efficiency), menyatakan harga saham sekarang mencerminkan semua informasi yang bersangkutan, baik informasi yang tersedia di publik atau informasi yang dimiliki internal entitas (private held). Efisiensi bentuk kuat merupakan kondisi dimana sulit mengukur secara tepat informasi yang bersangkutan, meskipun dilakukan oleh pihak internal entitas yang bersangkutan.